JANUARTI, ASEPTI LINDA (2012) GAMBARAN PENEMUAN KASUS (CASE FINDING)PENYAKIT LEPTOSPIROSIS DI PUSKESMAS KOTA SEMARANG. Undergraduate thesis, Diponegoro University.
Kejadian kasus Leptospirosis yang selalu ditemukan setiap tahun dan
kematian yang cenderung meningkat setiap tahun di Kota Semarang dapat
diketahui dari bagaimana Penemuan kasus (case finding) yang dilakukan
oleh puskesmas kota semarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penemuan kasus Leptospirosis
dilakukan melalui deteksi dini kasus secara pasif oleh petugas P2B2
leptospirosis puskesmas Kota semarang dengan menunggu datangnya pasien
dan konfirmasi instansi lain dengan persentase 91,9%, dan konfirmasi
kasus 40,5% dari rumah sakit dan Dinas Kesehatan Kota Semarang. 32,43%
puskesmas melakukan penentuan kasus terhadap suspek yang ditemukan.
Penyelidikan epidemiologi leptospirosis oleh petugas telah dilakukan
saat adanya kasus dan 91,89% tepat waktu, serta 100% dilakukan pencarian
kasus baru.
Disarankan pada Dinas Kesehatan untuk memberikan kebijakan program
penemuan kasus yang lebih aktif untuk puskesmas, memberikan upaya
peningkatkan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan
epidemiologi leptospirosis, memberikan fasilitas yang memadai untuk
pelaksanaan penemuan kasus dilapangan, dan menjadikan program prioritas
agar kegiatan penemuan kasus bisa lebih optimal
Apalagi di saat musim hujan ini tentu
kita harus waspada dengan serangan berbagai penyakit yang akan
menyerang sistem ketahanan tubuh. Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
leptospira, berasal dari air hujan yang kotor. Bakteri ini bisa hidup di
air tawar dan tanah selama satu bulan, namun dapat dibasmi menggunakan
desinfektans seperti lisol. Biasanya bakteri ini akan mendeteksi bagian
dinding, lantai, dan bagian rumah yang rentan terkena air kotor saat
musim hujan.
Penyakit musim hujan ini tidak hanya menyerang manusia. Bakteri
leptospira juga dapat menyerang hewan peliharaan yang ditularkan oleh
tikus atau hewan liar lainnya. Penyakit ini memiliki gejala seperti
demam tinggi, menggigil, sakit kepala, lesu, muntah-muntah,
konjugtivitis atau radang mata dan nyeri otot betis serta punggung.
Berikut Artikelnya
29 Kasus Leptospirosis di Semarang, 12 meninggal
Dari data yang dimiliki oleh dinas kesehatan kota Semarang
per 3 Juni 2012 ada 29 penyakit leptospirosis yang teridentifikasi. Penyakit
ini memiliki angka kematian ( Case Fatility Rate) tinggi, lantaran telah
merenggut nyawa 12 orang diantaranya. Hingga Agustus tercatat ada 65 pasien,
empat di antaranya meninggal. “Jumlah pasien meninggal sampai dengan
pertengahan tahun mencapai 22 persen,” ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota
(DKK) Semarang Widoyono Selasa 4 September 2012.
“Seseorang yang mengalami luka dan terendam air banjir yang
sudah tercampur akan berpotensi terinfeksi leptospirosis,” katanya.
Untuk menghindari penyakit leptospirosis, masyarakat harus
menjaga kebersihan lingkungan. Masyarakat diminta menggunakan sepatu bila terpaksa
ke daerah banjir karena leptospirosis juga disebabkan oleh banjir.
“Justru wilayah permukiman dengan kepadatan penduduk tinggi
memiliki kasus terbanyak (leptospirosis). Hal tersebut disebabkan adanya tikus
rumah,” kata Widoyono.
Kematian pasien leptospirosis dipicu beberapa faktor seperti
keparahan tingkat penyakit, keterlambatan rujukan, serta ketahanan tubuh
seseorang berbeda. Data 2009–2011 menunjukkan pertambahan persentase. Pada 2009 tercatat jumlah kasus mencapai 55
pasien dengan angka kematian sebesar 5 persen. Jumlahnya semakin meningkat pada
2010 dengan 71 kasus dan 8 persen angka kematian. Di tahun berikutnya dibukukan
79 kasus leptospirosis dengan 36 persen pasien.
Kasi pengendalian Penyakit Bersumber Binatang DKK Semarang,
Sri Ani Handayani, mengatakan presentase angka kematian yang disebabkan
leptospirosis pada tahun ini , 41,38 % angka ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tahun 2011 sebesar 35,71%. Pada 2011, terdapat 70 kasus dan 25 orang
diantaranya meninggal dunia.
“untuk kasus leptospirosis yang berat dalam jangka waktu 7 –
9 hari saja penderita bisa meninggal. Jadi cepat sekali,” kata Ani saat ditemui
di ruang kerjanya , Rabu (13/6)
Dia menjelaskan dalam dua tahun terakhir hanya tiga dari
enam belas kecamatan di Semaraang yang tidak ditemukan kasus leptospirosis.
Yakni Tugu, Ngaliyan, dan Mijen. Ini berarti semua wilayah memiliki potensi
yang sama dalam penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira.
Terlebih lagi berdasarkan angka prevalensi sumber penularan maka yang dideteksi
positif adalah tikus rumah dan tikus got memulai air kencingnya. Meski , hewan –
hewan lain seperti anjing dan kucing bisa juga menjadi sumber penularan.
Saat ditanyakan apakah genangan air pasang berpengaruh pada
peningkatan kasus leptospirosis, ia belum berani menjawab secara pasti.
Pasalnya , penyebaran kasus leptospirosis yang ditemukan bukan hanya di wilayah
rob saja. Kecamatan – kecamatan lain yang notabene berada di dataran tinggi
juga terkena kasus seperti di Candisari. “ Saya belum bisa menjawab. Tapi rob
ini memang berpengaruh. Untuk menjawab diperlukan penelitian lagi,” tukasnya
Ada lima kecamatan dengan urutan kasus tertinggi. Kecamatan
tembalang ada tujuh kasus dan seorang meninggal. Kecamatan semarang selatan dengan
tiga kasus dan dua orang meninggal. Terakhir tiga kasus dan seorang meninggal
(Sumber : http://suaramerdeka.com dan http://daerah.sindonews.com/read/2012/09/05/22/670107/pasien-leptospirosis-meningkat )
No comments:
Post a Comment