Sunday, June 23, 2013

Pengendalian Rabies di Kota Semarang

Sejarah Penanganan Penyakit Rabies

Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang ditakuti di dunia. Rabies telah dikenal di Babilonia sejak zaman Hammurabi atau sekitar tahun 2300 SM, bahkan ada denda 40 shekel terhadap pemiliki anjing jika anjingnya menggigit seseorang. Negara yang paling progresif dalam memerangi penyakit ini adalah Inggris. Inggris pernah tertular rabies sejak tahun 1026. Setelah berbagai kebijakan dikeluarkan, antara lain Metropolitan Streets Act (1867), Rabies Order (1887), kemudian Act of Parliament (1897). Inggris terbebas dari rabies pada tahun 1903.

Investigasi ilmiah pertama terhadap rabies dilakukan oleh Louis Pasteur, seorang ilmuwan Prancis. Dia berhasil membuktikan bahwa kebanyakan penyakit disebabkan oleh bibit penyakit. Setelah percobaannya terhadap penyakit antraks, sejak tahun 1882, ia melakukan studi mendalam tentang penyakit rabies. Percobaan pertama merupakan semacam keterpaksaan ketika seorang anak kecil digigit anjing gila. Untuk selanjutnya, lembaga-lembaga penelitian Pasteur didirikan di berbagai negara untuk menemukan vaksin bagi penyakit-penyakit menular, termasuk rabies.
Di Indonesia, rabies diketahui ada sejak era kolonial Belanda. Rabies di Indonesia pertama kali ditemukan pada hewan ternak. Rabies menjangkiti kerbau dan gejalanya ditemukan oleh J.W. Esser pada tahun 1884. Pada tahun 1889, Penning menulis laporan tentang adanya gejala rabies pada anjing. Sedangkan rabies pada manusia pertama kali ditemukan oleh E.V. de Haan pada tahun 1894. ketiga kasus tersebut ditemukan di Jawa Barat. Sebelum Perang Dunia II, selain Jawa Barat rabies hanya ditemukan di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Pada kurun waktu tahun 1945-1980, rabies ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun 1953, Sulawesi Utara tahun 1956, Sumatera Selatan tahun 1959, Lampung tahun1969, Aceh tahun 1970, Jambi dan Yogyakarta pada tahun 1971, Jakarta dan Bengkulu tahun 1972, Kalimantan Timur tahun 1974, Riau tahun 1975, Kalimantan Tengah tahun 1980, Kalimantan Selatan tahun 1983, dan Pulau Flores, NTT tahun 1997. Penyebaran penyakit ini disinyalir akibat masa inkubasi rabies yang cukup lama. Sehingga seseorang bisa saja membawa anjing yang diduga sehat dari daerah yang tertular rabies ke daerah yang masih bebas. Pola seperti inilah yang menyebabkan rabies menyebar dari satu daerah ke daerah lain.
Meski demikian, langkah preventif dan kuratif telah dilakukan oleh otoritas yang berkuasa di Indonesia. Kebijakan mengenai pendirian lembaga penelitian vaksin, lembaga-lembaga hygiene, dan instansi yang mengurusi kesehatan rakyat telah didirikan. Hal ini merupakan upaya untuk mengendalikan ketersebaran penyakit seperti rabies. Penanggulangan penyakit semacam ini telah dimulai sejak era kolonial Belanda.

Penyakit rabies telah menjangkiti warga Kota Semarang. Pada Januari 2011 tercatat ada lima warga yang terserang penyakit tersebut.
”Sedangkan selama pertengahan bulan kedua, ada empat warga yang terinfeksi. Dengan begitu total di awal tahun ini ada sembilan warga,” tutur Kepala Sub bidang Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang dokter Widoyono, Jumat (25/2).

Widoyono menyebut hewan-hewan yang berpotensi menularkan virus rabies adalah anjing, kucing, dan monyet. Diantara hewan tersebut penular tertinggi virus rabies adalah anjing sebesar 90%. ”Sementara kucing 6% dan monyet 4%,” kata dia.

Untuk itu, dia mengimbau masyarakat mewaspadai gigitan hewan pembawa rabies. Kenali gejala dan segera mendapatkan perawatan untuk meminimalisir kemungkinan terburuk. ”Adapun gejalanya meliputi demam tinggi, nyeri, gatal, kejang, sakit kepala, hidrofobia, dan sulit menelan,” terangnya. 

Widoyono memaparkan, gejala tersebut muncul dalam jangka waktu 30-60 hari sesudah digigit. ”Dari sembilan pasien yang dilaporkan masih perlu diteliti lebih lanjut, untuk memastikan diagnosis terinfeksi rabies atau bukan,” sambungnya.

Dijelaskannya, virus rabies dari air liur terhitung berbahaya, karena bisa menyebar melalui aliran darah tubuh manusia. Proses penyebaran akan semakin cepat, bila daya turun menurun dan menjalar ke seluruh tubuh.

Tindakan cepat akan mengurangi risiko kematian, karena virus akan mudah menyerang organ-organ vital seperti otak maupun otot-otot pernapasan. Oleh sebab itu begitu muncul gejala diharapkan segera ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. ”Pasien akan diberikan vaksin anti rabies supaya virus tidak menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu, pasien akan diberikan obat untuk menghilangkan gejala penyakit,” paparnya. (H31-79)
 

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/26/138146/Rabies-Jangkiti-Warga-Semarang

NAMUN,, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Widoyono menegaskan bahwa kasus rabies tidak ditemukan di Semarang, Jateng.
"Kasus yang ditemukan adalah gigitan hewan penular rabies (GHPR) bukan virus rabies. Untuk rabies di Semarang nol kasus," kata Widoyono di Semarang, Rabu. 

Dinkes Kota Semarang mencatat kasus gigitan hewan penular rabies sejak Januari hingga April 2012 tercatat ada 10 kasus, dan sepanjang tahun 2011 ada 38 kasus.
Kasus gigitan hewan penular rabies, lanjut Widoyono, dapat menyebabkan infeksi dan tidak sampai menyebabkan kematian. Berbeda dengan kasus rabies.


"Kalau rabies, angka kematiannya tinggi karena tingkat fatalitasnya 30 persen hingga 40 persen," ucapnya.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus yang terdapat di air liur anjing, kucing, dan kera. Akan tetapi kasus paling banyak hewan penular tertinggi rabies adalah anjing (90 persen).

http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=62192#.Ucbpnqgv9xI 

Berikut Langkah - langkah yang telah dilakukan 

 

No comments:

Post a Comment