Saturday, August 3, 2013

Menandai Umbi - Umbian Beracun

WONOGIRI, Suara Merdeka.com
Tiga orang penduduk Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, mengalami keracunan setelah menyantap singkong varietas Pandemir, Jumat (7/6). Seorang di antaranya, yakni balita bernama Murda (3), meninggal dunia saat dalam perjalanan ke rumah sakit.
Dua orang kakak Murda, yakni Wisnu (4) dan Bili (17), berhasil diselamatkan setelah mendapatkan pengobatan di rumah sakit. Muspika Kecamatan Jatisrono, melaporkan, ketiga korban keracunan singkong ini, adalah putra-putra dari pasangan suami istri keluarga Satiman dan Kasmi.
Kejadiannya, berlangsung ketika orang tua pergi ke ladang, ke tiga anak tersebut berinisiatif mencabut singkong yang tumbuh di halaman pekarangan rumahnya. Singkong hasil cabutannya, kemudian dikupas dan dicuci untuk digoreng. Setelah masak, kemudian dimakan oleh ketiga anak Satiman tersebut.
Selang beberapa waktu kemudian, ketiganya menderita pusing-pusing, mual dan muntah-muntah. Karena kondisinya memburuk, ketiganya kemudian diangkut ke rumah sakit. Tapi Murda, sebagai anak bungsu, keburu menghembuskan nafasnya dalam perjalanan ke rumah sakit.

HATI _ HATI lah terhadap SINGKONG dan UMBI _ UMBIAN lain
tidak selamanya mereka mengenakkan dan mengenyangkan


Pada umumnya, singkong mengandung racun asam biru atau asam sianida (HCN) dengan kadar yang sangat bervariasi, dari yang rendah sampai yang tinggi, tergantung jenis atau varietasnya. Berdasarkan kandungan HCN nya, singkong dapat dibedakan menjadi 4 kelompok :
  1. Jenis tidak berbahaya (HCN kurang dari 50 mg/1 kg singkong parut)
  2. Sedikit beracun (HCN antara 50 mg - 80 mg/ 1 kg singkong parut)
  3. Beracun (HCN antara 80 mg - 100 mg/ 1 kg singkong parut)
  4. Sangat beracun (HCN lebih dari 100 mg/ 1 kg singkong parut)
Untuk membedakan singkong yang beracun dan yang tidak agak sulit bila dilakukan pengamatan secara fisik saja, terutama bila singkong telah diolah menjadi makanan. Pembedaan hanya bisa dilakukan, melalui uji coba di laboratorium. Namun, untuk mudahnya, biasanya singkong yang memiliki kadar HCN tinggi akan ditandai dengan rasa pahit bila digigit. Sedangkan pada singkong yang belum diolah, jenis beracun akan memperlihatkan warna biru pada umbinya bila dipotong, dan ini lebih mudah diketahui bila singkong tersebut baru dipanen. Bila telah lama dipanen atau disimpan, warna biru pada singkong tidak berarti menunjukkan adanya racun singkong, karena terjadinya proses oksidasi pada singkong juga akan menimbulkan warna biru.

Singkong yang mengandung HCN tinggi pun sebenarnya masih dapat dimanfaatkan. Tapi sebaiknya dibuat tepung tapioka, karena metode yang paling mujarab untuk mengurangi kadar HCN sampai 85% adalah dengan cara menumbuk singkong kemudian mengeringkannya. Metode lain yang lebih sederhana adalah dengan merendam singkong yang sudah dikupas bersih (karena kulit singkong mengandung HCN sebanyak 3-5 kali lebih tinggi daripada bagian umbinya) selama kurang lebih 24 jam. Ini perlu dilakukan karena HCN bersifat mudah larut dalam air. Saat merendam, air rendaman juga harus sering diganti.

Berbeda dengan singkong, ubi jalar tidak mengandung racun, Tetapi, ada tanaman umbi lain, yang juga mengandung racun, yaitu kentang. Kentang yang beracun adalah kentang yang memiliki warna kehijauan pada permukaan kulitnya. Racunnya termasuk dalam kelompok glikoalkaloid yang disebut dengan solanin dan chacoine. Racun inipun termasuk senyawa penyebab kanker.

Sebenarnya, semua kentang mengandung senyawa glikoalkaloid yang rasanya pahit dan beracun, namun kentang yang baik (tak beracun) mengandung senyawa tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit., dan di umbinya tidak terdapat warna kehijauan.

Warna hijau kentang ini disebabkan oleh adanya klorofil (zat hijau daun). Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan kandungan klorofil sejalan dengan peningkatan terbentuknya senyawa glikoalkaloid. Karena itu menghijaunya kentang dapat dijadikan indikasi terjadinya peningkatan kandungan senyawa glikoalkaloid yang beracun dan racunnya tidak dapat dihilangkan hanya dengan proses pencucian ataupun pemanasan. Kentang yang sedang berkecambah juga mengandung solanin, bahkan dalam jumlah yang dapat membahayakan keselamatan manusia karena racunnya dapat menghambat darah.

Agar kentang tidak menjadi hijau selama penyimpanan, sebaiknya kentang disimpan di tempat yang teduh (tidak terkena sinar matahari) tapi tidak lembab dan di suhu ruang (28 - 30 derajat celcius). Jangan menyimpan kentang di suhu rendah ( dibawah 5 derajat celcius) seperti di lemari pendingin, Sebab di suhu ini pembentukan solanin yang beracun justru bisa meningkat dan rasa kentang pun menjadi semakin pahit akibat racun tersebut.

Untuk mencegah hal - hal yang tidak diinginkan
JANGAN KONSUMSI SINGKONG YANG KEBIRUAN
JANGAN KONSUMSI KENTANG YANG WARNANYA KEHIJAUAN

No comments:

Post a Comment