Tuesday, June 25, 2013

Penyakit Leptospirosis di Kota Semarang

Menurut Penelitian yang dilaksanakan oleh

JANUARTI, ASEPTI LINDA (2012) GAMBARAN PENEMUAN KASUS (CASE FINDING)PENYAKIT LEPTOSPIROSIS DI PUSKESMAS KOTA SEMARANG. Undergraduate thesis, Diponegoro University.

Kejadian kasus Leptospirosis yang selalu ditemukan setiap tahun dan kematian yang cenderung meningkat setiap tahun di Kota Semarang dapat diketahui dari bagaimana Penemuan kasus (case finding) yang dilakukan oleh puskesmas kota semarang.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penemuan kasus Leptospirosis dilakukan melalui deteksi dini kasus secara pasif oleh petugas P2B2 leptospirosis puskesmas Kota semarang dengan menunggu datangnya pasien dan konfirmasi instansi lain dengan persentase 91,9%, dan konfirmasi kasus 40,5% dari rumah sakit dan Dinas Kesehatan Kota Semarang. 32,43% puskesmas melakukan penentuan kasus terhadap suspek yang ditemukan. Penyelidikan epidemiologi leptospirosis oleh petugas telah dilakukan saat adanya kasus dan 91,89% tepat waktu, serta 100% dilakukan pencarian kasus baru. Disarankan pada Dinas Kesehatan untuk memberikan kebijakan program penemuan kasus yang lebih aktif untuk puskesmas, memberikan upaya peningkatkan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan epidemiologi leptospirosis, memberikan fasilitas yang memadai untuk pelaksanaan penemuan kasus dilapangan, dan menjadikan program prioritas agar kegiatan penemuan kasus bisa lebih optimal

Apalagi di saat musim hujan ini tentu kita harus waspada dengan serangan berbagai penyakit yang akan menyerang sistem ketahanan tubuh. Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira, berasal dari air hujan yang kotor. Bakteri ini bisa hidup di air tawar dan tanah selama satu bulan, namun dapat dibasmi menggunakan desinfektans seperti lisol. Biasanya bakteri ini akan mendeteksi bagian dinding, lantai, dan bagian rumah yang rentan terkena air kotor saat musim hujan.
 
Penyakit musim hujan ini tidak hanya menyerang manusia. Bakteri leptospira juga dapat menyerang hewan peliharaan yang ditularkan oleh tikus atau hewan liar lainnya. Penyakit ini memiliki gejala seperti demam tinggi, menggigil, sakit kepala, lesu, muntah-muntah, konjugtivitis atau radang mata dan nyeri otot betis serta punggung.

Berikut Artikelnya

29 Kasus Leptospirosis di Semarang, 12 meninggal

Dari data yang dimiliki oleh dinas kesehatan kota Semarang per 3 Juni 2012 ada 29 penyakit leptospirosis yang teridentifikasi. Penyakit ini memiliki angka kematian ( Case Fatility Rate) tinggi, lantaran telah merenggut nyawa 12 orang diantaranya. Hingga Agustus tercatat ada 65 pasien, empat di antaranya meninggal. “Jumlah pasien meninggal sampai dengan pertengahan tahun mencapai 22 persen,” ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang Widoyono Selasa 4 September 2012. 

“Seseorang yang mengalami luka dan terendam air banjir yang sudah tercampur akan berpotensi terinfeksi leptospirosis,” katanya.

Untuk menghindari penyakit leptospirosis, masyarakat harus menjaga kebersihan lingkungan. Masyarakat diminta menggunakan sepatu bila terpaksa ke daerah banjir karena leptospirosis juga disebabkan oleh banjir.

“Justru wilayah permukiman dengan kepadatan penduduk tinggi memiliki kasus terbanyak (leptospirosis). Hal tersebut disebabkan adanya tikus rumah,” kata Widoyono.

Kematian pasien leptospirosis dipicu beberapa faktor seperti keparahan tingkat penyakit, keterlambatan rujukan, serta ketahanan tubuh seseorang berbeda. Data 2009–2011 menunjukkan pertambahan persentase.  Pada 2009 tercatat jumlah kasus mencapai 55 pasien dengan angka kematian sebesar 5 persen. Jumlahnya semakin meningkat pada 2010 dengan 71 kasus dan 8 persen angka kematian. Di tahun berikutnya dibukukan 79 kasus leptospirosis dengan 36 persen pasien.

Kasi pengendalian Penyakit Bersumber Binatang DKK Semarang, Sri Ani Handayani, mengatakan presentase angka kematian yang disebabkan leptospirosis pada tahun ini , 41,38 % angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 35,71%. Pada 2011, terdapat 70 kasus dan 25 orang diantaranya meninggal dunia.

“untuk kasus leptospirosis yang berat dalam jangka waktu 7 – 9 hari saja penderita bisa meninggal. Jadi cepat sekali,” kata Ani saat ditemui di ruang kerjanya , Rabu (13/6)

Dia menjelaskan dalam dua tahun terakhir hanya tiga dari enam belas kecamatan di Semaraang yang tidak ditemukan kasus leptospirosis. Yakni Tugu, Ngaliyan, dan Mijen. Ini berarti semua wilayah memiliki potensi yang sama dalam penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Terlebih lagi berdasarkan angka prevalensi sumber penularan maka yang dideteksi positif adalah tikus rumah dan tikus got memulai air kencingnya. Meski , hewan – hewan lain seperti anjing dan kucing bisa juga menjadi sumber penularan.

Saat ditanyakan apakah genangan air pasang berpengaruh pada peningkatan kasus leptospirosis, ia belum berani menjawab secara pasti. Pasalnya , penyebaran kasus leptospirosis yang ditemukan bukan hanya di wilayah rob saja. Kecamatan – kecamatan lain yang notabene berada di dataran tinggi juga terkena kasus seperti di Candisari. “ Saya belum bisa menjawab. Tapi rob ini memang berpengaruh. Untuk menjawab diperlukan penelitian lagi,” tukasnya

Ada lima kecamatan dengan urutan kasus tertinggi. Kecamatan tembalang ada tujuh kasus dan seorang meninggal. Kecamatan semarang selatan dengan tiga kasus dan dua orang meninggal. Terakhir tiga kasus dan seorang meninggal

(Sumber : http://suaramerdeka.com dan http://daerah.sindonews.com/read/2012/09/05/22/670107/pasien-leptospirosis-meningkat )

No comments:

Post a Comment