Thursday, August 1, 2013

ADOPSI anak menurut Agama ISLAM

TAK BOLEH PUTUS HUBUNGAN


Islam mengenal dan memperkenankan adopsi. Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya . Waktu itu beliau mengadopsi anak bernama Zaid bin Harisah. Lantas Nabi mengubah nama Zaid menjadi Zaid bin Muhammad. "Dalam hukum Islam hal ini tidak diperbolehkan (mengubah nama). Pada akhirnya Nabi mengembalikan nama Zaid ke ke nama asalnya, Zaid bin Harisah, setelah turun ayat , 

" Panggilah mereka (anak angkat) itu dengan nama bapak - bapak mereka, itulah yang paling adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak - bapak mereka , maka panggilah mereka sebagai saudaramu seagama , dan maula - maula (hamba sahaya yang dimerdekakan)" QS Al - Ahzab : 5.
Dalam sebuah hadis sahih, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda,

“Barangsiapa yang mengaku ngaku (menasabkan dirinya) dengan orang yang bukan ayahnya, padahal ia tahu bahwa orang itu bukanlah bapaknya, maka diharamkan baginya surga” - See more at: http://www.islamnyamuslim.com/2013/04/hukum-mengadopsi-anak-dalam-islam.html#sthash.qNegjHQr.dpuf
Dalam sebuah hadis sahih, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda,

“Barangsiapa yang mengaku ngaku (menasabkan dirinya) dengan orang yang bukan ayahnya, padahal ia tahu bahwa orang itu bukanlah bapaknya, maka diharamkan baginya surga” - See more at: http://www.islamnyamuslim.com/2013/04/hukum-mengadopsi-anak-dalam-islam.html#sthash.qNegjHQr.dpuf

Berdasarkan ayat ini , maka prinsip dasar adopsi dalam islam adalah tidak boleh memutuskan hubungan si anak dengan orang tua kandungnya. Maksudnya, agar si anak tahu darimana asal keturunannya. MUI (Majelis Ulama Indonesia) selalu meminta pada yayasan - yayasan yang menyediakan anak adopsi untuk mencatat nasab (asal - usul) si anak, kecuali jika tidak ada jejaknya sama sekali. Kata Ketua Komisi Hukum MUI

Ayat ini sendiri, menunjukkan bahwa Agama Islam sangat mendalami ilmu tentang manusia. " Dalam ilmu kejiwaan disebutkan bahwa semakin banyak seseorang mengetahui tentang anaknya, semakin kokoh jiwanya. Begitu pula sebaliknya. Semakin tak tahu dia tentang asal -usulnya, semakin rentan dia terhadap gangguan kejiwaan"

Tujuan mengangkat anak adalah demi kepentingan si anak dan untuk beramal sosial. Karenanya, tanggung jawab orang tua angkat terhadap anak angkat sama dengan tanggung jawabnya terhadap anak kandung. Hak anak angkat dan kandung cuma berbeda dalam soal warisan. ' anak angkat tidak berhak atas warisan karena dia tidak didapat dari hasil hubungan perkawinan. Dia hanya mendapatkan hibah.

Ulama Nahdlatul Ulama (NU) dalam Munas Alim Ulama di Situbondo, Jawa Timur pada 21 Desember 1983 juga telah menetapkan fatwa tentang Adopsi. Dalam fatwanya, ulama NU menyatakan bahwa "Mengangkat anak orang lain untuk diperlakukan, dijadikan, diakui sebagai anak sendiri hukumnya tidak sah."

Sebagai dasar hukumnya, ulama NU mengutip hadis Nabi SAW. "Barang siapa mengaku orang lain sebagai bapaknya, dan ia tahu bahwa orang tersebut bukan bapaknya, maka surga diharamkan terhadap dirinya." Qatadah berkata, siapapun tidak boleh mengatakan "Zaid itu putra Muhammad". (Khazin, Juz Vi hlm 191) "Pengangkatan anak tak bisa menjadikan anak itu sederajat dengan anak sendiri di dalam nasab, mahram maupun hak waris," papar ulama NU dalam fatwanya.

Namun dalam kompilasi hukum islam di Indonesia. Pasal 209 dalam kompilasi tersebut menyebutkan bahwa anak angkat berhak atas wasiat wajib. ' Artinya kalau orang tua angkatnya meninggal, maka si anak berhak 1/3 bagian dari harta orang tua angkatnya, dan sebaliknya. Meski si orang tua angkat semasa hidupnya tidak sempat membuatkan wasiat wajib, maka oleh UU ia dianggap telah membuat wasiat. Selanjutnya, hakimlah yang mengatur. Andai orang tua kandungnya masih ada, ia tetap berhak atas warisan orang tua kandungnya, dan atas wasiat wajib dari orang tua angkatnya.

Bagaimana ketika si anak angkat (kalau perempuan) menikah? Kalau ayah kandung masih ada, dialah yang menikahkan anak tersebut. Kalau ayah kandung tidak ada, yang menikahkan adalah abangnya atau pamannya. Jika ketiga orang tersebut tidak ada, yang menikahkan adalah wali hakim.

Sedikit tambahan, dalam hukum islam, seorang LAJANG tidak diperkenankan mengadopsi anak " sebab, tujuan adopsi adalah demi kepentingan anak. Seorang lajang dikhawatirkan tidak bisa menggantikan figur seorang ayah dan ibu yang dibutuhkan oleh anak.

Prof. Dr. H. Bustanul Arifin , S.H.
(ahli hukum islam dan staff pengajar di IAIN Jakarta dan FH UI)

No comments:

Post a Comment